Bab
I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Sejarah
kebudayaan merupakan salah satu rentetan kejadian yang sudah menjadi bagian
intim dalam setiap peradaban dalam membentuk sebuah pemerintahan dan telah
mengakar menjadi pondasi dalam perjalanan perjuangannya. Begitu pula dengan
dinasti abbasiyah yang tak kan lepas dari adanya sejarah asal muasal berdirinya
krajaan ini, yang terkenal sebagai kerajaan islam terpanjang umurnya dan sukses
dalam segala bidang saat masanya berkuasa. Semua itu tidak terlepas dari
strategi pemerintahan yang brilian dari para kholifah Bani Abbas yang mampu
menjadika kerajaan ini berada ditingkat lebih tinggi dari pada kerajaan yang
ada pada masa itu.
Disinilah
akan di bahas rentetan sejarahnya dalam mencapai masa kejayaan islam.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
konstribusi masa bani Abbasiyah terhadap terbentuk dan berkembangnya sejarah
peradaban islam?
2.
Bagaimanakah
keadaan sosial, budaya, politik, dan keagamaan pada masa Abbasiyah?
3. Apakah komparasi peradaban masa
Bani Abbasiyah dengan masa sebelum dan ssesudahnya?
C. Tujuan
Yaitu untuk mengetahui dan memahami seluk bluk
kemajuan dan kekuasaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilihat dari politik,
sosial, budaya pemerintahan, ilmu pengetahuan, perekonomian, dan peradabannya,
juga untuk mengetahui apakah perbedaan peradaban Bani Abbasiyah dengan masa
sebelum dan sesudahnya dilihat dari berbagai segi
.
.
Bab II
Pembahasan
A. Konstribusi
Masa Bani Abbasiyah Terhadap Terbentuknya dan Berkembangnya Sejarah Peradaban
Islam
Pemerintahan dinasti Abbasiyah berkedudukan di
Bagdad, dan erupakan kerajaan yang dinasabkan kepada Abdullah Ash-Shaffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib. Dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan
Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW.Kerajaan ini terdiri atas 37 Raja yang
susul-menyusul. Pada masa ini, islam mempunyai puncak kejayaannya di segala
bidang kehidupan, dan merupakan satu kerajaan islam yang panjang umurnya. Selam
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola perubahan
pemerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa pemerintahan bani
Abbas menjadi lima periode[1]:
1.
Periode
pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode penagruh rusia pertama
2.
Periode
kedua (232 H/847 M – 334 H/847 M), disebut masa pengaruh turki pertama
3.
Periode
ketiga (334 H/945 M– 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua
4.
Periode
keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
turki kedua
5. Periode kelima (590 H/1194 M –
656 H/1250 M), masa khalifah bebas dari pengaruh Dinasti lain, tetapi
kekuasaanya hanya efektif disekitar kota Bagdad.
Kerajaan
Abbasiyah ini pada mulanya berkedudukan di Irak, supaya dekat dengan Iran
(Persia)yang berjasa dalam mendirikan kerajaan ini.Kerajaan ini gabungan antara
golongan Arab, terutama golongan Persia.Pada mulanya Kufah adalah
ibukotanya.Setelah itu dipindah ke Al- Hasymiyah. Dengan datangnya Abu Ja’far
Al-mansur (136 – 158 H/754 – 775 M) sebagai kholifah kedua, didirikannyalah
kota Baghdad (145 H) yang [i]pada
mulanya diberi nama “Darus Salam” (Kota Damai), tetapi kemudian di ubah dengan
nama Persinya yaitu Baghdad (Hadiah Allah). Denagn demikian, pusat pemerintahan
dinasti Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibukota yang
baru ini Al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya
diantaranya :
a. Dia mengangkat sejumlah personal
untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
b.
Di
bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazirsebagai
koordinator departemen. [2]Dengan
wazir pertama adalah Khalid bin Barmak.
c.
Dia
yang membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara, dan kepolisian
Negara serta membenahi angkatan bersenjata.
d.
Mengangkat
Muhammad ibn Abd. Al-Rahman sebagai Hakim Negara.
e. Jawatan pos tidak hanya
ditugaskan sebagai pengantar surat tapi juga menghimpun saluran informasi di
daerah-daerah.
Selain
itu kholifah Al-Mansur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah ang
sebelumnay membebaskan diri dari pemerintah pusat dan menetapkan keamanan di
daerah pusat. Diantara usaha-usahanya :
a. Membuat bebteng-benteng di Asia,
Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilin (756-758M)
b. Berdadmai dengan kaisar
Constatine V. dan selama genjatan senjata (758-765M). Bizantin juga membayar
upeti tahunan. Pasukannya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di
Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki, dan lain-lain[3].
Setelah
ibukota dipindahkan ke Baghdad, kemajuan ilmiah berambah meningkat sampai
Baghdad pun menjadi ibukota Ilmiah.Menurut riwayat buku-buku yang dipindahkan
ke Baghdad yang masih berupa naskah-naskah tulisan tangan, sejumlah pikulan 100
unta.Diantara syarat perjanjian antara Mansur II dan Michel, terdapat satu ayat
“Agar diberikan kepada Mansur salah satu dari perpustakaan Istambul.Yang
terdapat di dalamnya buku-buku penting karangan Ptolemee (167) di dekat
Alexandria. Buku-buku ini segera disalin ke dalam bahasa Arab dan dikenal
dengan nama “Al-Magesti”. Oleh karena itu Al-Mansur dapat dianggap seorang
penguasa islam yang pertama yang mendorong penerjemahan buku-buku asing dalam
bermacam ragam judul ke dalam Bahasa Arab.
Pada abad
X disebut abad pembangunan Daulah Islamiyah, mulai dari Cordove di Spanyol
sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dunia islam pada waktu itu
dalam keadaan maju, jaya, makmur, sebaliknya dunia barat masih dalam keadaan
gelap, bodoh, primitive. Dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di
Laboraturium dan Obsservatium.Dunia barat masih asyik dengan jampi-jampi dan
dewa.Hal ini disebabkan agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah menimbulkan
dorongan untuk menumbuhkan suatu kebudayaan Islam.Dorongan itulah mula-mula
menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu Pengetahuan dalam lapangan Agama (Ilmu
Naqli). Dorongan dari agam ditambah dari pembendaharaan yunani yang menimbulkan
dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan dibidang akal (Ilmu Aqli)[4]
Pada
permulaan abad ke XI- dimasa kejayaan Islam di Andalusia, diundang sekitar 900
dokter yang belum terkenal tetapi telah menempuh ujian Fakultas; dimasa
Al-Muqtadir Billah (1057-1094) untuk di uji. Para dokter dimasa itu diharuskan
menambah ilmu-ilmu lain diluar bidang kedokteran, seperti filsafat, teknik,
falak, dan kimia, disamping harus mengadakan riset dan mengarang buku mengenai
ilmu-ilmu tersebut. Seperti Prof. R.A. Nicholson (1863-1945) dalam bukunya “History of The Arab” menulis : luasnya
daerah kekuasaan Negara Abbasiyah.
Kerajaan
Abbasiyah pertama memang banyak menumpahkan perhatian kepada ilmu-ilmu
Agama.Dan pada masa itulah muncullah para ahli dialetika. Berkat ilmu
dialetika, para ulama’ pun bergairah untuk memperdebatkan bermacam-macam agama,
seperti manusia yang membicarakan soal “Penciptaan Al-Qur’an”, Apakah Qur’an
ini hadis atau Qadim, dan sebagainya.
Pada
umumnya masa kerajaan Abbasiyah merupakan masa kemajuan ilmu tidak terbatas dan
dalam segala cabang ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu dunia
lainnya, seperti ilmu filsafat, ilmu music, ukir –mengukir, kedokteran,
matematika dan lain sebagainya. Pada masa itu pula, muncullah ulama-ulama
terkenal dalam ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu qira’ah, Ilmu pembaca’an
alqurran dan lain-lain. Diantara yang
pertama sekali mengecam cara pembaca’an Qura’an ialah Harun bin Musa Al Basri “
asal Yahudi, Meninggal antara tahun (170-180 H). sekalipun bekas seorang hamba sahaya, tetapi
kecerdasannya menjadikan harun seorang ahli didalam ilmu Qira’ah sehingga berani mengkritik
pembacaan-pembacaan para ahli terdahulu, kemajuan ilmu tersebut mengakibatkan
semakin jayanya pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
Namun
walaupun dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh
Abu Al Abbas dan Abu Jakfar Almansur,
tetapi puncak keemasan Dinasti Abbasiyah juga berada pada 7 khalifah sesudahnya
yaitu:
1. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi
(775-785 M)
2.
Abu
Muhammad Musa Al-Hadi (785-786 M)
3.
Abu
Jakfar Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
4.
Abu
Jakfar Abdullah Al-Ma’mun (813-833 M)
5.
Abu
Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim (833-842 M)
6.
Abu
Ja’far Harun Al-Watsiq (842-847 M)
7. Abu Fadil Harun Al-Mutawakkil
(847-861 M)
Pada masa Al-mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan disektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Terkecuali itu dagang
transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan. Basrah menjadi
pelabuhan yang penting waktu itu, sama halnya pada sa’at masa Al-Hadi.
Sedangkan
popularitas daulat Abbasiyah yang mencapai puncaknya ialah di zaman Kholifah
harun Al-Rasyid dan putranya, Kholifah
Al-Ma’mun. Ketika Ar-Rasyid memerintah, Negara dalam keada’an makmur, kekaya’an
melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas
wilayahnya mulai Afrika Utara higga ke india. Kekaya’an yang banyak
dimanfa’atkan olh Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, Seperti rumah sakit,
lembaga pendidikan dokter, dan mendirikan
karmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang
dokter.Disamping itu, pemandian-pemadian umum juga dibangun.Bukan hanya tingkat
kekayaan dan kemakmuran yang tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Namun
kesejahteraan sosial, kehatan, pendidikan, ilmu pengtahuan , dan kebudayaan
serta kesusastraan berada pada zaman ke emasannya. Pada amasa inilah kerajaan
islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Pada maa
ini pula pengetahuan agama berkembang, seperti ilmu Al-Qur’an, Qira’at, hadis,
fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra.Empat Madzhab fiqh tumbuh dan berkembang
pada masa Abbasiyah. Imam Abu Hanifah (Wafat di Baghdad 150 H/677 M). Imam
Malik bin Anas (wafat di Madinah 179 H/795 M), Muhammad bin Idris Ash-Syafi’i
(wafat di Mesir 204 H/819 M), dan Ahmad bin Hambal (wafat 241 H/885 M).
disampung itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, matematika, metafisika,
ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik,
kedokteran, dan kimia. Sedangkan ilmu-ilmu umum masuk ke dalam islam melalui
terjemahan bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, disamping bahasa
india.
Selain
itu masa Harun Ar-Rasyid ini telah mampu membuktikan kecerdasan kaum muslimin
yang telah sanggup membuat jam yang di hadiahkannya kepada “Charle Magne”
(747-814) sebagai tanda kecerdasan kaum muslimin. Maka disinilah kita tonjolkan
beberapa nama perintis ilmu pengetahuan yang telah menyadarkan barat akan
keahlian islam sehingga buku karangan-karangan orang muslim di pakai di
Universitas-universitas Eropa selama bertahun-tahun. Tidak ada hal yang dapat
menyamahi dalam hal keleluasan wilayah yang diperintah Al-Rasyid, kekuatan
pemerintahannya serta ketinggian kebudaya’an dan peradaban yabg berkembang di
negaranya.Karena Harun Al-Rasyid berada pada tingkat yang lebih tinggi
peradabannya dan lebih besar kekuasa’annya jika dibandingkan dengan Karel Agung
di Eropa.Bagdad sebagai ibukota abbasiyah tidak ada bandingannya ketika itu,
walau denga dengan Konstantinopel ibukata bizantum sekalipun. Karna sejak awal berdirinya kota Bagdad sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan
ilmu pengetahuan dalam islam. Itulah sebabnya “ philp K. Hitti” menyabutnya
sebagai kota intelektual, menurutnya bagdad merupakan propesor masyarakat Islam[5].
Pada masa
pemerintahan Al-Makmunn yang merupakan pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai
kholifah yang sangat cinta kepada ilmu.Pada masanya, penerjemahan buku2 asing
digalakkan.Untuk menerjemahkan buku yunani, Karena pada saaat itu pengaruh
yunani sangat kuat.Ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama alin yang ahli. Diantara para penerjemah yang mashur saat itu
adalah Hunain bin Ishaq (seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan
buku-buku bahasa yunani ke bahasa arab. Seperti kitab republic dari Plato, dan
kitab Katagori, Metafisika, Magna Moralia dari Aristoteles[6].Ia
juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan “Bait Al-Hikam”, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad
mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan[7].
Sedangkan
pada masa Al-Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar
kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai
sebagai tentara pengawal, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan
sistemketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah berhenti.
Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional.Dengan
demikan, kekuatan militer dinasti Abbasiyah menjadi sangat kuat. Namun,
kemajuan tersebut paling tidak ditentukan oleh dua hal yaitu :
1. Terjadinya asimilasi antara
bangsa arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan
ilmu pengetahuan dalam islam. Penagruh Persia, ialah dibidang pemerintahan,
banyak bekerjasama dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Sedangkan
penagruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi.
Dan pengaruh yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di berbagai ilmu,
terutama filsafat.
2.
Gerakan
penerjemah berlangsung dalam tiga fase.
Fase
Pertama,pada
masa khalifah Al-Mansur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak
diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi.
Fase
Kedua, berlangsung
mulai masa Khalifah Al-Makmun-300 h. buku yang banyak diterjemahkan adalah
dalam bidang filsafat dan kedokteran.
Fase
Ketiga, berlangsung
setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan krtas, selanjutnay
bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[8]
Itulah sejarah perjalanan masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang tercatat menjadi masa keemasan islam,
karena pada masa inilah merupakan masa kebangkitan pikiran, diaman islam dating
menghembuskan semangat hingga bangkitlah Persia, Turki, Tartar, Hindia, Bahkan
penduduk Cian dan jepang turut bangkit kebudayaannya di masa Daulah Abbasiyah.
B. Keadaan
Sosial, Budaya, dan keagamaan Bani Abbasiyah
a.
Keadaan Budaya Politik
Pada periode pertama pemerintahan
bani Abbasiyah mencapai keemasannya, para khalifah benar-benar tokoh yang kuat
dan merupakan pusat kekuasaan politik. Adapun politik yang dijalankan oleh
Daulah Abbasiyah I antara lain :
1.
Kekuasaan
sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab murnidibantu
oleh Wazir, Menteri, Gubernur, dan Para Panglima beserta pegawai-pegawai yang
berasal dari berbagai bangsa. Dan pada masa ini yang banyak diangkat dari
golongan Malawi turunan Persia.
2.
Kota
Baghdad sebagai Ibukota Negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial, dan
kebudayaan. Di jadiakn Kota Internasional yang terbuka untuk segala bangsa dan
keyakinan sehingga terkumpullah disana bangsa-bangsa Arab, Turki, Persia,
Romawi, Qibthi, Hindi, Barbari, Kurdi, Dan sebagainya
3.
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para
Kholifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk
kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para kahalifah sendiri pada umumnya
adalah ulama’ yang mencintai ilmu, menghormayi sarjana, dan memuliakan
pujangga.
4.
Kebebasan
berfikir diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan
benar-benar dari belenggu taklid. Kondisi yang menyebabkan orang sangat leluasa
mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang Aqidah, filsafat,
Ibaddah, dan sebagainya.
5.
Para
menetri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan,
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam. Mereka
mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaan untuk memajukan kecerdasan rakyat dan
meningkatkan ilmu pengetahuan, sehingga karenanyalah banyak turunan Malawy yang
memberikan tenaga dan jasanya untuk kemajuan Islam.
Demikianlah
kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada
masa klasik.Kemajuan yang tidak ada tandingannya dikala itu.Pada masa ini
kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan,
sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan.Terutama pada
masa Bani Abbasiyah periode pertama.Namun sayang setelah periode ini berakhir,
Islam mengalami kemunduran.
b.
Keadan Budaya Pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Dalam Negara Islam pada masa
Daulah Abbasiyah, berkembang bermacam corak kebudayaan yang berasal dari
beberapa bangsa. Hal ini disebabkan :
·
Warga
Negara terdiri dari berbagai unsur bangsa
·
Pergaulan
yang intim dan kawin campuran
·
Berbagai
bangsa memeluk agama islam, dan
·
Meningkatnya
kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas.
c.
Keadan Kehidupan Sosial Pada masa
Dinasti Abbasiyah
Kehidupan sosial,
yaitu susunan masyarakat, kehidupan keluarga, kehidupan pribadi, adat
kebiasaan, dan sebagainya. Menurut “Jarji Zaidan”, bahwa masyarakat dimasa
Daulah Abbasiyah terbagi dalam dua kelas, yaitu kelas khusus dan kelas umum.
Kelas
khusus terdiri
dari kholifah, ahli familikhalifah (Bani Hasyim), para pembesar Negara
(menteri, gubernur, panglma, dan sebagainya), kaum bangsawan yang bukan bani
Hasyim (Quraisy pada umumnya), dan para petugas khusus (anggota Tentara, pembantu-pembantu Istana)
Kelas
umum terdiri
dari : para seniman, para Ulama’, Fuuqoha’, Pujangga, para saudagar, Pengusaha,
dan Para Tukang (Industrialis), dan petani.
d.
Keagamaan Pada masa Bani
Abbasiyah
Pada masa
Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa Al-Mansur, muncul gerakan aliran Agama.Tapi
di dalamnya bermotif politik.yang ditimbulkan oleh golongan Malawy dan berbagai
turunan, terutama Persia. Yaitu :
1.
Ar-Rawandiyah
Gerakan ini timbul dari orang-orang Persia, pemimpin
mereka mengatakan bahwa “Ruh Isa” telah menjelma dalam tubuh Ali dan setelah
meninggal, Ali berpindah dalam tubuh turunannya, hingga sampai pada Ibrahim bin
Muhammad. Dan dikatakan bahwa yang telah kemasukan ruh Isa adalah “Tuhan”.
2.
Al-Muqanna’iyah
Pada zaman Khalifah Al-Mahdi mucul tokoh
Al-Muqanna.Dia memprogandakan dirinya “Tuhan”.Dia membatalkan puasa, shalat,
zakat, dan haji, dan sebaliknya.Dia menjadikan harta dan wanita milik bersama.
3.
Al-Khurramiyah
Salah satu dari turunan Abi Muslim al-Khurasani (
Babak al-Khurrami) mengatakan dirinya sebagai “Tuhan”. Tujuannya ingin merusak
islam, sedangkan tujuan politiknya ingin memindahkan kerajaan dari Arab Muslim
ke Persia Majusi dengan cara merobohkan Daulah Abbasiyah. Gerakan ini muncul
pada masa kholifah Al-Mu’tashim.
4.
Az-Zanadiqah
Pembangunan
gerakan ini adalah kaum Mawaly (Persia).Ajaran mereka menagnut “demokrasi
Salah” yaitu menghalalkan barang-barang larangan, elecehkan adab sopan santun
masyarakat dan membuat kehidupan sosial dalam keadaan bahaya.
C. Komparasi
Masa Sebelum Bani Abbasiyah dan Sesudahnya
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah di dalam
kepemimpinan masyarakat Islam lebih dari sekedar penggantian dinasti.Ia
merupakan revolusi dalam sejarah islam, suatu titik balik, yang pentingnya
dengan revolusi Prancis, dan revolusi Rusia dalam sejarah barat[9].
Adapun perbedaan-perbedaan antara Daulah Abbasiyah,
dan Daulah Umayyah yaitu:
1.
Dengan
berpindahnya Ibu Kota ke Baghdad,
pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan dinasti
Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dan pengaruh kebudayaan Bani
Abbasiyah pada periode pertama dan ketiga adalah Persia dan kedua yaitu
pengaruh bangsa Turki
2.
Dalam
penyelenggaraan Negara, pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan Wazir yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada pada masa Bani
Umayyah
3.
Ketentaraan
professional terbentuk pada masa Bani Abbas, sedangkan sebelumya, belum ad
atentara khusus yang professional
4.
Kerajaan
Abbasiyah berdasarkan kekuasaan yang diperoleh denagn kesatuan yang dapat
menghadapi perpecahan yang timbul, sedangkan kerajaan Bani Umayyah didirikan atas dasar satu
kekuatan yang mengambil alih kekuasaan dengan menggunakan politik dasar satu
kekuatan yang mengambil alih kekuasaan dengan menggunakan politik yang telah
memecah belah kesatuan ummat
5. Abbasiyah berdasarkan
kekholifahan pada keluarga Nabi, sedangkan Umayyah bukan.[10]
Sedangkan
letak perbedaan pokok antara Dinasti Abbasiyah dan dinasti Umayyah ialah pada
periode Abbasiyah lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayan islam
tumbuh dan erkembang pada masa Abbasiyah.
D. Catatan
Kritis
Setelah kami tulis dan pahami sejarah pemerintahan
Dinasti Abbasiyah ini.Kami tarik kesimpulan bahwasanya pantas jika Dinasti
Abbasiyah sukses dan maju dalam segala bidang.Karena memang strategi
penataannya sangat sempurna dalam segala sisi, entah itu dari pemerintah, politik,
perekonomian, sosial, kebudayaan, ilmu penegtahuan, dan lain sebagainya,
sehingga membuat Dinasti Abbasiyah mampu mengalahkan pemerintahan Dinasti
Umayyah dan kerajaan-kerajaan kecil yang ada pada masa itu.Dan mampu menjadkan
Dinasti Abbasiyah sebagai kerajaan Islam yang panjang umurnya.
Bab III
Penutup/Simpulan
Disini jelaslah bahwa pada masa
Dinasti Abbasyah mencapai popularitas luar biasa dalam berbagai bidang yang
menempatkannegara islam pada posisi terkuat pada masa itu, yaitu dibuktikan
denagn berkembang pesatnya ilmu penegtahuan agama maupun umum yang dirintis
oleh khalifah masa itu. Suksesnya politik dan perekonomian serta penertiban
pemerintahan mengantarkan kemakmuran dan kekayaan yang melimpah.Sehingga tak
khayal jika Dinasti ini berada ditingkat lebih tinggi dari Karel Agung di
Eropa.Bahakn Umayyah sekalipun jika dilihat dari kekuatan pemerintahannya,
ketinggian kebudayaannya, peradabannya, dan kekuasaan sehingga menjadikan kerajaan
Islam yang terpanjang umurnya. Jadi tak hayal pula jika Philip K. Hitti, kota
Baghdad di katakana sebagai kota Intelektual jika melihat kemajuan yang begitu
pesat dalam ilmu pengetahuan masa itu.
Jadi jelaslah bahwa Bani
Abbasiyah yang lama memimpin pemerintahan disbanding Bani Mu’awwiyah.
Daftar Pustaka
ü Hasjmy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta:Pt.
Bulan Bintang
ü Fachruddin, Fuad Mohd. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Pt Bulan Bintang
ü Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
ü Sunarto, Y Musrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur: PT.
Prenada Media
ü Mahmudunnasir,Syes. 1994. Islam Konsepsi dan sejarahnya. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya
[1] W.
Montgomery Watt, op.cit., hlm. 28
[2]
Harun Nasution, op. cit., hlm. 67
[3]
Carl Brockelmann, History of the Islamic
People, (London; Routledge & Kegan Paul, 1982), hlm. 111
[4]
Oemar Amien Hoesen, Kultur Islam, (Jakarta
: Bulan bintang, 1964), hlm. 24
[5]
Philip K. Hitti, The Arab A Short History
[6]
Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
Kebudayaan Arab. Hlm. 103
[7]
Ali Mustafa Al-Guraby, op, cit., hlm. 132
[8]
Dr. Badri yatim, MA; Sejarah Peradaba
Islam, Jakarta ; Raja Grafindo Persada. 1988 hlm 55-56
[9]
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, hlm 246
[10]
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo :
Maktabah al-Nahdah, 19727), Jilid I, hlm. 290
Tidak ada komentar:
Posting Komentar