Sabtu, 09 Juni 2012

Asuransi


 

:: PENGERTIAN ASURANSI ::
Seperti kita ketahui salah satu cara penanggulangan risiko adalah dengan mengasuransikan suatu risiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap sebagai metode yang paling penting dalam upaya menanggulangi risiko. Karenanya banyak orang yang berpendapat bahwa manajemen risiko sama dengan asuransi. Padahal keadaaan yang sebenarnya tidaklah demikian.
Asuransi artinya transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat / kapan terjadinya. Sebagai kontraprestasinya si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian prosen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut "premi".
·         Menurut kitab undang-undang Hukum Dagang Pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugiaan, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan.
·         Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian.

Tujuan Asuransi
  • Mengurangi risiko yang sudah ada dalam masyarakat dengan cara mempertanggungkan pada perusahaan asuransi.
  • Pencegahan dan perlindungan untuk memperkecil kerugiaan yang terjadi dapat berupa pengeliminiran sebab-sebab yang dapat menimbulkan kerugiaan.
  • Memberikan keuntungan tertentu pada masyarakat yang mengikuti asuransi.

Ditinjau dari beberapa sudut, maka asuransi mempunyai tujuan dan teknik pemecahan yang bermacam-macam, antara lain:
a.
Dari segi Ekonomi, maka :

Tujuannya
:
mengurangi ketidak pastian dari hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan.

Tekniknya
:
dengan cara mengalihkan risiko pada pihak lain dan pihak lain mengkombinasikan sejumlah risiko yang cukup besar, sehingga dapat diperkirakan dengan lebih tepat besarnya kemungkinan terjadinya kerugian.




b.
Dari segi Hukum, maka :

Tujuannya
:
memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu obyek atau suatu kegiatan bisnis kepada pihak lain.

Tekniknya
:
melalui pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam kontrak ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada penanggung.




c.
Dari segi Tata Niaga, maka :

Tujuannya
:
membagi risiko yang dihadapi kepada semua peserta program asuransi.

Tekniknya
:
memindahkan risiko dari individu / perusahaan ke lembaga keuangan yang bergerak dalam pengelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang akan membagi risiko kepada seluruh peserta asuransi yang ditanganinya.




d.
Dari segi Kemasyarakatan, maka :

Tujuannya
:
menanggung kerugian secara bersama-sama antar semua peserta program asuransi.

Tekniknya
:
semua anggota kelompok (kelompok anggota) program asuransi memberikan kontribusinya (berupa premi )untuk menyantuni kerugian yang diderita oleh seorang / beberapa orang anggotanya.




e.
Dari segi Matematis, maka :

Tujuannya
:
meramalkan besarnya kemungkinan terjadinya risiko dan hasil ramalan itu dipakai dasar untuk membagi risiko kepada semua peserta (sekelompok peserta) program asuransi.

Tekniknya
:
menghitung besarnya kemungkinan berdasarkan teori kemungkinan ("Probability Theory"), yang dilakukan oleh aktuaris maupun oleh underwriter.




Unsur-unsur Asuransi

Unsur-unsur Asuransi dalam Pasal 246 KUHD
a.       Adanya kepentingan
b.      Adanya peristiwa tak tentu
c.       Adanya kerugian


Dasar Asuransi
Secara Yuridis, hukum asuransi Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti undang-undang peraturan pemerintah dan keputusan menteri keuangan. Diaantaranyasebagai berikut ;
1.      UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang penyelanggaraan usaha peransuransian
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang perubahan atas peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992  tentang penyelenggaraan usaha peransuransian
4.      KMK No. 426/KMK/2003 tentang periznan usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi dan perusahaan Reasuransi
5.      KMK No. 425/KMK/2003tentang periznan dan penyelenggaraan usaha perusahaaan penunjang usaha Asuransi
6.      KMK No. 423/KMK/2003 tentang pemeriksaan perusahaan perasuransian

Undang-undang dan peraturan tersebut merupakan perihal yangcukup penting. Jika tidak dipatuhi ada pelanggaran, konsekuensinya tentu saja akan diberikan. Kepada siapapun yang melanggar,  entah pengguna jasa Asuransi atapun petugas perusahaan asuransinya sendiri.




JENIS-JENIS ASURANSI
Pada saat ini telah berkembang berbagai jenis asuransi di masyarakat, dalam manajemen risiko, asuransi memungkinkan berbagi dan mentransfer resiko, inilah cara terbaik untuk mengganti kerugian. Kebanyakan orang, tidak mengerti perbedaan mendasar pada jenis asuransi, padahal untuk menentukan program asuransi yang paling cocok dengan kebutuhan, kita harus mengenal jenis-jenis asuransi tersebut.
Asuransi  di bagi menjadi dua jenis utama
1.      Asuransi Tradisional
2.      Asuransi Non-Tradisional (modern)
Di dalam Asuransi  Tradisional, terbagi beberapa jenis asuransi, biasanya asuransi ini sudah lama banyak dimanfaatkan oleh konsumen.
A.     Asuransi  Tradisional terdiri dari:
1.      TERM
2.      Wholelife
3.      Endowment

1.      Penjelasan TERM
Kita  pernah tahu tentang Asuransi Mobil atau Motor? Atau mungkin asuransi kesehatan? Nah biasanya asuransi jenis term ini banyak dibeli oleh orang, karena pembayaran preminya murah dan mendapatkan manfaat yang besar. Dengan kata lain, bayar sedikit, dapatnya banyak, tapi kalau tahun itu tidak digunakan asuransinya dan tidak terjadi klaim, maka uang yang kita setorkan akan hangus. Dari fakta itu, kita bisa lihat, tidak adanya unsur tabungan dalam asuransi jenis ini, jadi istilahnya kita membeli jaminan keamanan kita dalam waktu 1 tahun atau jangka tertentu. Sama dengan kita bayar asuransi perjalanan, waktu mau naik pesawat ditagih sejumlah uang, setelah turun pesawat dengan selamat, kontraknya selesai. Karena tidak ditentukan masa pembayaran preminya, maka setiap tahun, preminya akan bertambah sesuai dengan bertambahnya usia tertanggung.

2.      Penjelasan Wholelife
Wholelife, berarti seumur hidup. Jenis Asuransi ini melindungi tertanggung hingga akhir usia, biasanya ditanggung sampai umur 99 tahun. Dan hebatnya! masa pembayaran premi ditentukan dari awal, tidak mungkin ada perpanjangan dalam masa pembayaran premi. Kalau dipilih 5 tahun, ya lima tahun bayarnya, kemudian seumur hidup tidak akan ditagih lagi, kapan pun kita meninggal dunia, kita tetap bisa klaim Uang Pertanggungan yang telah kita rencanakan. Karena sistemnya menabung, maka mulai tahun kedua polis ada nilai tunai yang terbentuk, di tahun tertentu nilai tabungan bisa diambil sampai dengan 80%. Keren ga? Disamping proteksi tetap jalan terus, tabungan juga ada, tapi nilai tunai tidak banyak dibandingkan nilai PROTEKSI.

3.      Penjelasan Endowment
Endowment, ini adalah asuransi jiwa dengan nilai tabungan yang lebih besar. Pada tahun-tahun tertentu nilai tabungan bisa ditarik sesuai dengan program. Biasanya jenis asuransi ini dikenal dengan asuransi pendidikan atau asuransi dana pensiun. Asuransi pendidikan ditentukan kapan uangnya bisa diambil untuk biaya sekolah anak tersayang. Sistem Endowment ini, tabungan yang berbonus asuransi jiwa, jika terjadi sesuatu pada saat menabung, maka kita mendapatkan Uang Pertanggungan sebagai santunan kematian, tetapi pada saat terjadi kewajiban membayar klaim, perusahaan Asuransi tetap membayar klaim tersebut sampai selesai kontraknya. Biasanya premi yang ditawarkan jauh lebih besar daripada jenis TERM dan Wholelife.
Contoh: Budi 32 tahun mengambil asuransi pendidikan buat anaknya Desi, 2 tahun. Pada saat membayar premi, pada usia 36 tahun Budi Meninggal dunia. Pada saat itu istri pak Budi mendapatkan santunan kematian sejumlah UP yang ditentukan, dan bebas membayar premi. Di usia Desi yang 7 tahun, Desi tetap mendapatkan klaim pendidikan yang dijadwalkan, dan pada saat usia 13 tahun, usia 16 tahun, usia 19 tahun, dst.


B.     Asuransi Non Tradisional

Asuransi Non Tradisional atau biasa disebut asuransi modern, adalah Asuransi dengan jenis UNIT-LINK. Dimana Asuransi Unit Link ini sangatlah populer pada saat ini, kenapa? karena Unit-Link adalah jenis asuransi yang menggabungkan antara Asuransi Jiwa dan Investasi. Asuransi jiwa yang dikawinkan dengan investasi, adalah jenis TERM. Ingat! kalau TERM itu adalah asuransi yang berjangka pendek, dan biaya asuransinya bisa naik seiring dengan bertambahnya umur.
UNIT LINK = TERM + Investasi
Kebanyakan orang mengambil Unit Link karena ingin menabung dengan hasilnya berkali lipat, dibandingkan harus menabung di bank, dengan bunga tidak seberapa. Dengan berinvestasi atau REKSADANA, maka uang yang kita investasikan akan bertambah dengan subur. Tetapi yang harus diingat, semakin besar keuntungan, maka semakin besar resiko.
Investasi bisa meningkat dan bisa menurun, sesuai dengan perkembangan ekonomi bangsa pada saat itu. Pada saat terjadi krisis, maka dapat dipastikan nilai investasi yang kita miliki turun drastis, dan akibatnya nilai tabungan kita akan menipis. Kalau sudah begitu, jangan protes dong.. tadi kan pingin untung banyak, berarti harus menanggung rugi juga.. :)
Sudah pasti, di dalam asuransi jenis Unit Link, tidak mempunyai nilai tunai yang dijamin, bahkan perusahaan yang mengeluarkan polis asuransi tersebut, tidak bisa menjanjikan nilai tunai yang didapatkan pada tahun X. Lain halnya asuransi tradisional, di dalam polisnya jelas-jelas tercantum nilai tunai yang dijamin dan didapatkan pada tahun X.
Dikarenakan tidak adanya nilai tunai yang dijamin, kemungkinan pada tahun ke 11 atau lebih, tertanggung harus membayar preminya kembali, walaupun dijanjikan hanya bayar 10 tahun, pada kenyataannya dalam polis tidak tercantum masa pembayaran premi, sehingga premi bisa DITAGIH KEMBALI kapan pun.
Unit Link, menanggung biaya Asuransi jiwa yang jenis TERM, maka tiap tahun biaya tersebut akan naik seiring bertambahnya usia, dan nilai tunai yang terbentuk akan dipotong biaya asuransi dan biaya administrasi lainnya.
Sebelum memilih asuransi yang tepat untuk Anda, sebaiknya konsultasikan kepada yang betul-betul memahami konsep asuransi ini. Karena setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengelola keuangannya.












Prinsip-prinsip Asuransi
  • Utmost Good Faith merupakan suatu kontrak atau persetujuan asuransi harus di lakukan dengan itikad baik, tertanggung dan penanggung tidak diperbolehkan menyembunyikan suatu fakta yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
  • Proximate Cause merupakan sebab utama yang secara aktif dan efisien mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berurutan tanpa intervensi kekuatan lain.
  • Indemnity memiliki arti pengembalian posisi financial pihak tertanggung setelah terjadinya kerugian ke posisi sebelum terjadinya kerugian.
  • Insurable Interest merupakan hak yang diakui sah secara hokum mempertanggungkan suatu risiko financial.
  • Subroggation and Contribution adalah prinsip yang menghalangi kelebihan pembayaran ganti rugi kepada prinsip yang menghalangi kelebihan pembayaran ganti rugi kepada pihak tertanggung.

Risiko Asuransi
  • Risiko Murni
  • Risiko Spekulatif
  • Risiko Fundamental
  • Risiko Khusus
  • Risiko Dinamis
  • Risiko Statis
  • Risiko Terhadap Benda
  • Risiko Terhadap Manusia




Polis Asuransi
  • Fungsi Polis Asuransi :
  1. Perjanjian Pertanggungan
  2. Sebagai bukti jaminan dari penanggungan kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin dialami tertanggung.
  3. Sebagai pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
  • Macam-macam Polis
  1. Polis Perjalanan : Menjamin barang Unsurable interst selama perjalanan sampai ditempat.
  2. Polis Pelabuhan : Menanggung risiko yang mungkin menimpa kapal selama di pelabuhan.
  3. Polis Waktu : Pertanggungan yang berlaku selama jangka waktu tertentu.
  4. Polis Veem : Menanggung barang selama berada di gudang dari kemungkinan risiko rusak, terbakar atau hilang.


Subjek Asuransi
Subyek Asuransi Adalah Pihak-pihak yang bertindak aktif untuk melaksanakan perjanjian itu, pihak-pihak itu adalah penanggung dan tertanggung. Macam-macam Subyek Asuransi misalnya :
a)      Asuransi Kredit : Asuransi yang memberikan pelayanan kepada tertanggung dalam hal ini pemberi kredit, misalnya bank. Tujuan asuransi kredit untuk melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada nasabah.
b)      Asuransi Kerugiaan : usaha asuransi yang memberikan manfaat jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian.
c)      Asuransi Jiwa : suatu jasa usaha asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang berkaitan dengan jiwa atau meninggal seseorang yang di pertanggungkan.
d)      Asuransi Sukarela : asuransi yang di jalankan secara sukarela, jadi tidak dengan paksaan seperti jaminan sosial.

Aspek Hukum Kontrak Asuransi
Terdapat beberapa ketentuan yang mempengaruhi suatu kontrak asuransi.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain mencakup :
  1. Warranties : Suatu ketentuan khusus atau suau pernyataan tertulis dalam polis yang berhubungan dengan sifat risiko yang di tanggung oleh pihak penanggung.
  2. Representations : suatu pernyataan yang berkaitan dengan risiko yang disertakan oleh pihak tertanggung untuk memperoleh polis asuransi.
  3. Concealment : Kegagalan pihak tertanggung untuk memberikan segala informasi yang berkaitan dengan risiko secara baik dan benar.
  4. Fraund : Suatu tindakan dengan sengaja membuat pernyataan palsu tidak benar atau tindakan sengaja untuk menyembunyikan fakta yang dapat menyembunyikan fakta yang dapat mengakibatkan penolakan pihak perusahaan asuransi untuk melakukan penggantian.

Jual Beli Istisna'





Bab I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Jual beli Al-Istisna' merupakan salah satu daripada prinsip-prinsip muamalah Islam yang mana penggunaannya kini diberi nafas baru selepas beberapa kontrak yang sedia ada pada masa sekarang ini seperti Bayc Bithaman Ajil (BBA), jual salam, murabahah, dan sebagainya tidak dapat menampung perkembangan yang pesat di samping permintaan pembiayaan yang semakin bertambah umpama “cendawan yang tumbuh selepas hujan” daripada pelanggan.
Jual beli al-Istisna' ialah tempahan sesuatu barang seperti menempah sepasang baju, sebuah rumah, sebuah katil, dan sebagainya.Ia merupakan satu prinsip kontrak jual beli yang diterima pakai sejak zaman Rasulullah S.A.W dan para sahabat Baginda sehinggalah kini, namun masih ramai yang kurang mengambil perhatian tentang kewujudan prinsip ini. Sehinggakan ada di kalangan masyarakat yang keliru berkenaan dengan prinsip ini.
Dalam kajian ini, penulis akan menjelaskan tentang konsep jual beli al-istisnac mengikut perundangan Islam serta penulis akan membuat perbandingan jual beli al-istisna' menurut fiqh muamalat Islam dengan sistem konvensional yang diamalkan oleh bank-bank pada masa kini. Kita sedia maklum bahawa sistem perbankan konvensional pada masa kini banyak mengeluarkan produk ekonomi yang sama seperti konsep al-istisna', maka di dalam kajian ini penulis akan merungkai segala perspektif yang berkaitan dengan jual beli al-istisna'.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian jual beli istisna’?
2.      Bagaimaan hukum jual beli istisna’?
3.      Apa saja Rukun Jual Beli Istisna’?
4.      Apa saja syarat-syarat jual beli istisna’?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Jual Beli Istisna’
2.      Mengetahui Hukum Jual Beli Istisna’
3.      Mengetahui Rukun Jual Beli Istisna’
4.      Mengetahui Syarat-syarat Jual Beli Istisna’
Bab II
Pembahasan

A.     PENGERTIAN JUAL BELI AL-ISTISNA'
Al-Istisna' dari sudut bahasa telah disepakati ulama bahawa al-Istisna' bermaksud meminta supaya dibuat sesuatu atau menempah sesuatu. Atau pun dengan kata lain, membuat sesuatu berdasarkan apa yang diminta. Dari sudut istilah pula, para ulama berselisih pendapat kerana berbeza fahaman tentang pensyariatannya. Oleh yang demikian , ada di kalangan mereka memberikan definisi al-istisnac secara istilah dan ada yang sebaliknya.
Definisi Al-Istisna' dari segi istilah menurut pendapat fuqaha’ ialah meminta pembuat melakukan sesuatu yang khusus atas cara yang khusus. Atau ia merupakan akad meminta melakukan sesuatu (menempah) atas pekerjaan sesuatu yang telah ditentukan pada tanggungannya yakni kontrak membeli sesuatu apa yang ditempah olehnya kepada pembuat tempahan.
Mazhab Hanafi mendefinisikan Al-Istisna' sebagai akad ke atas barang yang ditempah secara hutang dengan syarat membuat mengikut apa yang diminta. Fuqaha’ Hanafi menggunakan perkataan Istisna' dengan maksud ia dikategorikan sebagai jual beli sesuatu dengan syarat. Bagi mereka jual beli istisna' adalah tidak sama dengan jual beli salam. Begitu juga dengan pendapat fuqaha’ Hanbali yang berpendapat bahawa al-istisna' tidak sama dengan jual salam. Malahan pula, fuqaha’ Hanbali mendefinisikan perkataan istisnac sebagai jual beli sesuatu dengan syarat.
Manakala fuqaha’ bermazhab Maliki dan Syafici mengkategorikan istisna' sama dengan Bay' al-salam. Konsep al-istisna' sama dengan Bay' salam iaitu kedua-duanya merupakan urusniaga tempahan barang, cuma apa yang membezakan antara kedua-dua prinsip tersebut ialah jenis-jenis barang yang ditempah. Hal ini dilihat bahawa jenis-jenis barang yang ditempah di dalam jual beli salam adalah lebih umum berbanding barang yang ditempah di dalam al-istisnac yang mana tempahan yang diminta berbentuk khusus dan ia tidak semestinya benda yang wujud pada pasaran.

Dapat disimpulkan di sini bahawa al-istisna' merupakan jual beli yang mana seseorang pembeli membuat tempahan sesuatu barang seperti baju, kereta, perabot, dan sebagainya kepada pihak lain. Jual beli ini hukumnya harus.


B.     HUKUM JUAL BELI AL-ISTISNA' MENURUT FUQAHA’ BESERTA DALIL
Terdapat dua pandangan daripada ulama-ulama fiqh berkaitan dengan pensyariatan kontrak al-istisna'.Golongan yang pertama berpendapat bahawa prinsip istisna' adalah tidak harus berdasarkan kepada qiyas.Manakala golongan kedua pula berpendapat bahawa diharuskan kontrak istisnac ini digunakan di dalam muamalah Islam.
1.      Golongan Pertama Yang Mengharuskan:
Ulama bermazhab Hanafi berpendapat bahawa kontrak jual beli istisna' diharuskan berdasarkan konsep al-istihsan kerana kontak tersebut telah menjadi amalan biasa yang dilakukan oleh orang ramai pada setiap masa tanpa sebarang bantahan.Ia juga berperanan memberikan kemudahan urusniaga kepada umat Islam. Secara tidak langsung, wujud satu ijmak di kalangan umat Islam terhadap keharusan akad jual beli al-istisnac. Oleh yang demikian, prinsip qiyas diketepikan kerana Rasulullah S.A.W telah bersabda:
لا تجتمع أمتي على ضلالة

Maksudnya:
“Umatku tidak berhimpun (bersekutu) atas suatu perkara yang sesat ”
Menurut qiyas tidak diharuskan membuat akad pertukangan kerana ia adalah suatu jual beli yang macdum (jual beli yang tiada barang) ketika akad tempahan dan jual beli yang tiada barang pada waktu akad adalah amat dilarang oleh Rasulullah S.A.W. Baginda S.A.W melarang daripada menjual barang yang tidak wujud di sisi manusia.
Dr. Ahmed al-Husadri dalam kitabnya yang bertajuk ‘Ilm al-Iqtisadi pula menambahkan bahawa dalil pensyariatan al-istisna' yang menjadi hujah pegangan mazhab Hanafi adalah melalui hadis mawquf yang disebutkan oleh Abdullah bin Mascud iaitu:
ما راَه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن

Maksudnya:
“Apa yang dilihat oleh umat Islam sebagai baik, maka ia adalah baik di sisi Allah S.W.T ”
Berdasarkan dalil tersebut, maka mazhab Hanafi telah melihat dan menganggap bahawa al-istisna' sebagai harus kerana ia mendatangkan kemaslahatan kepada umat Islam. Ulama Hanafi juga menggunakan hadis periwayatan daripada 'Abdullah Ibn cUmar yang menceritakan bahawa Rasulullah S.A.W pernah menempah sebentuk cincin yang diperbuat daripada emas.
Di samping itu juga, terdapat ulama yang mengharuskan penggunaan akad istisna' iaitu Imam Zufar (mazhab Hanafi), sebahagian mazhab Maliki, dan Hanbali dengan mensyaratkan jual beli tersebut telah menjadi amalan kebiasaan masyarakat setiap zaman. Dalam akad ini dikenakan syarat yang sama sepertimana syarat yang ditetapkan di dalam jual beli salam. Di antara syaratnya ialah hendaklah menyerahkan semua harganya dalam majlis akad tersebut.Syarat yang ditetapkan oleh mazhab Maliki khususnya mensyaratkan bahawa barang yang hendak ditempah itu mestilah terdiri daripada bahan mentah sejenis yang tidak boleh bercampur dengan jenis-jenis lain bagi mengharuskan kontrak istisnac.
Ulama Syafi'i yang berpendirian bahawa jual beli istisna' tidak harus juga telah memberikan kelonggaran bagi pengamalan istisna' dengan menganggap bahawa akad ini tetap dikira sah sama ada ditentukan waktu bagi penyerahan barangan yang ditempah itu ataupun tidak (yakni diserahkan segera).
Selain daripada hujah terdahulu, terdapat juga ulama yang berpendapat bahawa pensyariatan al-istisnac adalah berdasarkan taqrir ulama dan fuqaha’ setiap zaman bermula selepas kewafatan Rasulullah S.A.W sehinggalah zaman sekarang. Mereka tidak membantah akan urusniaga seperti demikian. Oleh yang demikian, orang ramai mengikut dan mengamalkan jual beli tersebut atas sebab tiada fatwa yang melarangnya.

2.      Golongan Kedua Yang Tidak Mengharuskan
Seperti yang telah dijelaskan oleh penulis bahawa terdapat dua pandangan ulama tentang hukum dan pensyariatan jual beli al-istisna' iaitu satu golongan mengatakan kontrak ini harus dan satu golongan lagi menyatakan sebaliknya.Golongan kedua yang menyatakan bahawa kontrak di dalam jual beli al-istisna' adalah tidak harus terdiri daripada ulama’ mazhab Syafi'i.Mereka berpendapat sedemikian adalah berdasarkan konsep qiyas.
Selain daripada Mazhab Syafi'i, wujud juga ulama yang tidak mengharuskan kontrak ini iaitu sebahagian ulama mazhab Maliki dan Hanbali.Mereka mengaitkan kontrak istisna' dengan kontrak bay' al-salam.Oleh yang demikian, pendapat mereka bagi seseorang yang menempah sesuatu barang perlu mengikut prosedur-prosedur hukum dalam kontrak bay'al-salam. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahawa tidak mungkin al-istisnac ini digunakan sebagai akad jual beli kerana ia dilihat merupakan jual beli yang tiada di tangan (bay' al-ma'dum) dan bukannya bayc al-salam.
Hal ini juga diperjelaskan lagi bahawa kontrak tersebut tidak mungkin menjadi seperti kontrak sewaan atau upah kerana ia mengambil upah ke atas kerja yang sememangnya dimiliki dan dilakukan olehnya sendiri (orang yang mengambil upah).


C. RUKUN JUAL BELI AL-ISTISNA'
Menurut ulama' mazhab Hanafi dan mazhab Hanbali, rukun-rukun akad al-istisna' ialah ijab dan qabul yakni keredhaan anatara kedua-dua pihak (pembeli dan tukang pembuat tempahan) dan disyaratkan di dalam di dalamnya apa-apa syarat yang terkandung di dalam akad jual beli dan upah. Contohnya seperti lafaz ini: ”Buatkan untukku sepasang baju kemeja” dan tukang jahit menjawab: ”aku terima tempahan ini dan aku akan siapkan”.
Manakala menurut ulama mazhab Maliki pula meletakkan rukun-rukun jual beli al-istisna' sama sepertimana yang terdapat di dalam rukun-rukun akad upahan yaitu:
1.      Pihak yang berakad (iaitu terdiri daripada penempah dan tukang)
2.      Sighah (iaitu ijab dan qabul)
3.      Benda yang diakadkan.


D.     SYARAT-SYARAT JUAL BELI AL-ISTISNA'
1.      Syarat Pihak yang Berakad
Syarat kedua-dua pihak yang berakad adalah sama dengan syarat pihak yang terlibat di dalam jual beli ('aqd al-bay').
2.      Syarat Sighah
Untuk menjadikan akad tempahan pertukangan ini sah, maka dikenakan beberapa syarat iaitu:
·         Menjelaskan jenis benda yang mahu dibuat, dibentuk, kadar, dan sifatnya kerana ia merupakan barangan jualan yang wajib dimaklumi oleh kedua-dua pihak. Maklumat-maklumat tentang ciri-ciri barang yang ditempah diperoleh ketika majlis sighah berlaku.
·         Hendaklah ia menjadi perkara yang biasa dilakukan di kalangan manusia seperti menempah kasut, bangunan, rumah, dan sebagainya.
·         Mestilah ia tidak dibataskan dengan waktu yang tertentu ketika majlis akad istisnac berlangsung. Sekiranya penyerahan barang yang ditempah itu ditetapkan tempohnya, ianya akan bertukar menjadi akad akad jual beli salam. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah menyatakan bahawa jika terdapat penetapan waktu penyerahan barang yang ditempah tersebut, maka telah gugur hak untuk kedua-dua pihak melakukan khiyar apabila tukang pembuat telah menyerahkan barang yang ditempah itu di dalam akad tersebut.

Pendapat di atas tidak dipersetujui oleh As-sohibani iaitu Imam Abu Yusuf dan Muhammad Al-Syaibani yang mana mereka berpendapat bahawa semua yang dinyatakan oleh Imam Abu Hanifah itu tidak menjadi syarat kepada akad kontrak isitisnac. Bagi pandangannya, akad tersebut tetap dikira sebagai tempahan (istisna') sama ada ditentukan tempohnya atau tidak kerana beliau mengambil kira maslahah dan adat yang telah menjadi kebiasaan serta amalan masyarakat.

Penulis di sini bersetuju dengan pendapat yang kedua yang didokong oleh As-sohibani adalah selaras dengan tuntutan kehidupan yang praktikal kerana kemaslahatan umat Islam harus diutamakan di dalam muamalat Islam khususnya.

3.      Syarat Benda yang diakadkan
Menurut fuqaha’ Hanafi, mereka berselisih berkenaan dengan syarat benda yang diakad sama ada ia berbentuk cain sesuatu barang atau ia merupakan perkhidmatan. Maka jumhur fuqaha’ hanafi berpendapat bahawa hendaklah disyaratkan barang yang mempunyai cain dijadikan barang yang diakadkan. Hal ini disebabkan kalau jual beli istisnac pada ain dan telah disiapkan tempahan oleh pembuat tempahan atas apa yang diminta oleh penempah, maka kesempurnaan tempahan yang dibuat oleh tukang adalah masih di dalam tempoh akad sehinggalah penempah tidak menolak cain hasil tempahan kecuali dengan khiyar ru’yah. Mereka juga bersetuju berpendapat bahawa jual beli istisnac menjadi sabit padanya bagi penempah (pembeli) membuat khiyar ru’yah.
Sebagian fuqaha’ Hanafi berpendapat bahawa barang yang dijadikan akad di dalam jual beli istisnac merupakan perkhidmatan.Hal ini disebabkan akad terbina atas perkhidmatan. Walaupun dijadikan akad istisnac sebagai akad perkhidmatan, namun bagi mereka ia diharuskan.
Pada pendapat penulis hanya beranggapan bahawa kedua-duanya yakni barang dan perkhidmatan adalah harus digunakan di dalam akad jual beli istisnac.Pada zaman yang kian canggih ini, kita tidak dapat menolak kemungkinan tempahan perkhidmatan juga menjadi suatu urusniaga seperti menempah perkhidmatan membaiki komputer, menempah perkhidmatan sekuriti keselamatan, dan lain-lain lagi. Penulis berasakan ia juga suatu keperluan bagi umat Islam kini.





Bab III
Penutup/Simpulan
Dapat disimpulkan di sini bahawa al-istisna' merupakan jual beli yang mana seseorang pembeli membuat tempahan sesuatu barang seperti baju, kereta, perabot, dan sebagainya kepada pihak lain. Jual beli ini hukumnya harus.
Terdapat dua pandangan daripada ulama-ulama fiqh berkaitan dengan pensyariatan kontrak al-istisna'.Golongan yang pertama berpendapat bahawa prinsip istisna' adalah tidak harus berdasarkan kepada qiyas.Manakala golongan kedua pula berpendapat bahawa diharuskan kontrak istisnac ini digunakan di dalam muamalah Islam.
Rukun-rukun Istisna’:
1.      Pihak yang berakad (iaitu terdiri daripada penempah dan tukang)
2.      Sighah (iaitu ijab dan qabul)
3.      Benda yang diakadkan.
Disamping itu, juga ada syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam jual beli istisna’ seperti yang telah dijelaskan di muka.
Demikian makalah ini saya buat.Mohon maaf jika ada kesalahan keterangan maupun penulisan. Terimakasih,,,,,,,,



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Fahrabi - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms