BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Menemukan
barang temuan yang hilang dari pemiliknya berbeda hukumnya dengan menemukan
harta karun peninggalan masa kerajaan di zaman dahulu. Barang temuan di dalam
fiqih Islam termasuk bab luqathah. Secara hukum, barang milik orang lain
yang tercecer atau hilang itu masih tetap hak milik si empunya, bukan milik si
penemu. Maka jangan sekali-kali kita sebagai orang yang menemukan barang yang
tercecer ini tiba-tiba merasa berhak untuk mengambil dan memiliki. Bahkan meski
untuk disedekahkan atau diberikan kepada masjid, anak yatim atau fakir miskin.
Sebab harta itu sebenarnya milik orang lain, bukan harta milik kita. Ini adalah
sebuah kekeliruan pandangan yang mesti diluruskan dari cara pandang kita. Barang
orang yang hilang harus dikembalikan kepada yang punya.Dan upaya untuk bisa
menemukan si pemilik yang telah kehilangan hartanya adalah sebuah ibadah tersendiri
yang tentunya mendatangkan pahala. Sebaliknya, mengambil apalagi sampai merasa
memiliki barang yang hilang itu adalah tindakan dosa yang termasuk mengambil
hak milik orang lain dengan cara yang batil. Syariat Islam telah mengatur
tentang bagaimana tindakan yang harus diambil dalam masalah ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian Luqhotho’?
2.
Bagaimana Hukum Pengambilan Barang
Temuan?
3.
Bagaimana Rukun Luqotho’?
4.
Apa
Tindakan yang diambil bagi orang menemukan barang yang hilang?
5.
Bagaimana
Hukum Menggunakan Harta Luqathah?
6.
Apa Saja Macam Benda Temuan?
7.
Bagaimana
Kewajiban Orang Yang Menemukan Barang Temuan?
8.
Bagaimana
Dhallah Berupa Kambing Dan Unta
9.
Bagaimana
Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan Dan Barang
Yang Sepele?
10. Bagaimana Tentang (Barang Temuan) Di Kawasan
Tanah Haram
C. Tujuan
1.
Mengetahui Pengertian Luqotho’
2.
Mengetahui Hukum pengambilan Barang
Temuan
3.
Mengetahui Rukun Luqotho’
4.
Mengetahui
Tindakan yang diambil bagi orang menemukan barang yang hilang
5.
Hukum
Menggunakan Harta Luqathah
6.
Mengetahui Macam-macam Benda temuan
7.
Mengetahui Kewajiban Orang Yang Menemukan
Barang Temuan
8.
Mengetahui
Dhallah Berupa Kambing Dan Unta
9.
Mengetahui
Hukum (Barang Temuan) Berupa Makanan Dan Barang
Yang Sepele
10.
Mengetahui
(Barang Temuan) Di Kawasan Tanah Haram
BAB II
PENJELASAN
A.
Pengertian
Luqotha’
Luqotoh
ialah menemukan barang yang hilang karena jatuh, terlupa dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan menemukan barang, ialah mengambil barang orang lain yang diketemukan di tempat yang tidak layak baginya, seperti: uang di tengah jalan/ bukan dalam rumah orang lain, dengan maksud untuk diberikan kepada empunya atau yang berwajib bila yang empunya tidak bertemu, serta sanggup mengumumkannya dengan semestinya, atau untuk dimiliki selama yang empunya belum ada, serta sanggup untuk menggantinya. Jadi bukan mengambil untuk memilikinya secara mutlak.
Yang dimaksud dengan menemukan barang, ialah mengambil barang orang lain yang diketemukan di tempat yang tidak layak baginya, seperti: uang di tengah jalan/ bukan dalam rumah orang lain, dengan maksud untuk diberikan kepada empunya atau yang berwajib bila yang empunya tidak bertemu, serta sanggup mengumumkannya dengan semestinya, atau untuk dimiliki selama yang empunya belum ada, serta sanggup untuk menggantinya. Jadi bukan mengambil untuk memilikinya secara mutlak.
B.
Hukum
Pengambilan Barang Temuan
Hukum
pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan
kemampuan penemunya, hukum pengambilan barang temuan antara lain sebagai berikut:
·
Wajib,
yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang tersebut
percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuannya itu dengan
sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak
diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
·
Sunnat,
yakni sunnat mengambil benda-benda temuan bagi penemunya, apabila penemu
percaya pada dirinya bahwa ia akan mampu memelihara benda-benda temuan itu
dengan sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut
tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh
orang-orang yang tidak dapat dipercaya.
·
Makruh,
bagi seseorang yang menemukan harta, kemudian masih ragu-ragu apakah dia akan
mampu memelihara benda-benda tersebut atau tidak dan bila tidak diambil benda
tersebut tidak dikhawatirkan akan terbengkalai, maka bagi orang tersebut makruh
untuk mengambil benda-benda tersebut.
·
Haram,
bagi orang yan menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya
sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak mampu
memelihara harta tersebut dengan sebagaimana mestinya, maka dia haram untuk
mengambil benda-benda tersebut.
C.
Rukun
Luqotho’
Rukun-rukun dalam luqotha ada 2, yaitu :
1.
Orang
yang mengambil (yang menemukan)
2.
Benda-benda
atau barang yang diambil
D. Tindakan yang diambil bagi orang
menemukan barang yang hilang
Pertama: Diambil
Seorang muslim boleh mengambil barang yang ditemukannya
tercecer di suatu tempat, dengan dua syarat:
- Tujuannya bukan untuk memiliki
namun untuk menjaganya dari kerusakan, kemusnahan atau kemungkinan jatuh
ke tangan yang tidak bertanggung-jawab.
- Dirinya
adalah orang yang punya kemampuan baik secara sifat amanah maupun secara
teknis untuk memelihara dan menjaga barang tersebut.
- Setelah
diambil maka segera diumumkan kepada publik bahwa telah ditemukan suatu
barang dan kepada pemiliknya untuk segera mengambilnya.
Sehingga
mengambil barang yang hilang dalam hal ini merupakan amal baik, yaitu menjaga
harta milik seorang muslim dari kerusakan dan kepunahan. Apabila dalam waktu
satu tahun, pemiliknya tidak segera muncul mengambilnya, maka dia boleh
menggunakan barang itu atau memilikinya, namun harus menyiapkan uang pengganti
sesuai nilai nominal barang itu.
Kedua: Tidak Diambil
Sebaliknya, seandainya semua syarat
di atas tidak terpenuhi, maka sebaiknya tidak usah diambil saja. Biarlah
saudara muslim yang lain yang melakukan pengambilan harta dan barang luqathah.
E.
Hukum
Menggunakan Harta Luqathah
Untuk
alasan tertentu selama pemilik asli barang temuan itu belum datang mengambil,
ada celah untuk boleh memanfaatkannya. Namun yang namanya memanfaatkan bukan
berarti memilikinya. Misalnya, bila barang temuan itu termasuk barang yang
mudah rusak, seperti makanan yang mudah basi, maka boleh hukumnya untuk
dimakan, namun harus disiapkan sejumlah uang untuk menggantinya bila pemiliknya
meminta. Sedangkan bila bentuk harta itu adalah uang tunai, boleh saja
digunakan untuk membayar suatu keperluan, namun dengan syarat bahwa uang itu
siap diganti kapan saja saat nantipemiliknya datang.
F.
Macam-macam
Benda Temuan
Terdapat macam-macam benda temuan yaitu:
Ø Benda-benda tahan lama, yaitu
benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama, umpamanya mas, perak,
pisau, gergaji dan yang lainnya.
Ø Benda-benda yang tidak tahan lama,
umpanya makanan, tepung, buah-buahan dan sebagainya. Benda-benda seperti ini
boleh dimakan atau dijual supaya tidak tersia-siakan, bila kemudian baru datang
pemiliknya, maka wajib mengembalikannya atau uang seharga benda-benda yang
dijual atau dimakan.
Ø Benda-benda yang memerlukan
perawatan, seperti padi harus dikeringkan atau kulit hewan perlu disamak.
Ø Benda-benda yang memerlukan
perbelanjaan, seperti binatang ternak unta, sapi, kuda, kambing dan ayam. Pada
hakikatnya binatang-binatang itu tidak dinamakan al-Luqathah tetapi disebut
al-Dhalalah, yakni binatang-binatang yang tersesat atau kesasar.
Adapun binatang-binatang yang
ditemukan oleh seseorang secara umum dapat dibagi dua, yaitu:
1.
Binatang
yang kuat, yakni binatang-binatang yang mampu menjaga dirinya dari serangan
binatang buas, umpamanya unta, kerbau dan kuda, baik menjaga dirinya dengan
cara melawan ataupun lari, binatang yang mampu menjaga dirinya boleh diambil
hanya untuk dijaga saja, kemudian diserahkan kepada penguasa, maka lepaslah
tanggungan pengambil.
2.
Binatang-binatang
yang tidak dapat menjaga dirinya dari serangan-serangan binatang buas, baik
karena tidak mampu melawan maupun karena tidak dapat menghindari, seperti anak
kambing dan anak sapi, binatang-binatang ini boleh diambil untuk dimiliki, baik
untuk dipelihara, disembelih maupun untuk dijual, bila datang pemilik untuk
memintanya, maka wajib dikembalikan hewannya atau harganya.
G.
Kewajiban
Orang Yang Menemukan Barang Temuan
Orang yang
menemukan barang wajib mengenal ciri-cirinya dan jumlahnya kemudian
mempersaksikan kepada orang yang adil, lalu ia menjaganya dan mengumumkan
kepada khalayak selama setahun. Jika pemiliknya mengumumkan di berbagai media
beserta ciri-cirinya, maka pihak penemu (harus) mengembalikannya kepada
pemiliknya, meski sudah lewat setahun. Jika tidak, maka boleh dimanfa’atkan
oleh penemu.
Dari
Suwaid bin Ghaflah, ia bercerita : Saya pernah berjumpa Ubay bin Ka’ab, ia
berkata, Saya pernah menemukan sebuah kantong berisi (uang) seratus Dinar,
kemudian saya datang kepada Nabi saw (menyampaikan penemuan ini), kemudian
Beliau bersabda, “Umumkan selama setahun”. Lalu saya umumkan ia,
ternyata saya tidak mendapati orang yang mengenal kantong ini. Kemudian saya
datang (lagi) kepada Beliau, lalu Beliau bersabda, “Umumkanlah ia
selama setahun”. Kemudian saya umumkan ia selama setahun, namun saya tidak
menjumpai (pemiliknya). Kemudian saya datang (lagi) kepada Beliau untuk ketiga
kalinya, lantas Beliau bersabda, “Jaga dan simpanlah isinya, jumlahnya,
dan talinya. Jika suatu saat pemiliknya datang (menanyakannya), (maka
serahkanlah). Jika tidak, boleh kau manfaatkan”. Kemudian saya manfa’atkan.
Lalu saya (Suwaid) berjumpa (lagi) dengan Ubay di Mekkah, maka ia
berkata, “Saya tidak tahu, (beliau suruh menjaganya selama) tiga tahun
atau satu tahun.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari V: 78 no: 2426, Muslim III:
135 no: 1723, Tirmidzi II: 414 no: 1386, Ibnu Majah II: 837 no: 2506 dan ‘Aunul
Ma’bud V: 118 no: 1685).
Dari
‘Iyadh bin Hammar ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mendapatkan
barang temuan, maka hendaklah persaksikan kepada seorang atau dua orang yang
adil, kemudian janganlah ia mengubahnya dan jangan (pula) menyembunyikan(nya).
Jika pemiliknya datang (kepadanya), maka dialah yang lebih berhak memilikinya.
Jika tidak, maka barang temuan itu adalah harta Allah yang Dia berikannya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (Shahih Ibnu Majah no: 2032, Ibnu Majah
II: 837 no: 2505, dan ’Aunul Ma’bud V: 131 no: 1693).
H. Dhallah Berupa Kambing Dan Unta
Barang siapa
mendapatkan dhallah (barang temuan) berupa kambing, maka hendaklah
diamankan dan diumumkan, manakala diketahui pemiliknya maka hendaklah diserahkan
kambing termaksud kepadanya. Jika tidak, maka ambillah ia sebagai miliknya.
Dan, siapa saja yang menemukan dhallah berupa unta, maka tidak halal
baginya untuk mengambilnya, karena tidak dikhawatirkannya (tersesat).
Dari Zaid
bin Khalid al-Juhanni ra, ia bercerita: Ada
orang Arab badwi datang menemui Nabi saw, lalu bertanya kepadanya tentang
barang temuannya. Maka beliau menjawab, “Umumkanlah ia selama setahun,
lalu perhatikanlah bejana yang ada padanya dan tali pengikatnya. Kemudian jika
datang (kepadamu) seorang yang mengabarkan kepadamu tentang barang tersebut,
(maka serahkanlah ia kepadanya). Dan, jika tidak, maka hendaklah kamu
memanfaatkan ia.” Ia bertanya, “Ya Rasulullah, lalu (bagaimana)
barang temuan berupa kambing?” Maka jawab Beliau, “Untukmu, atau untuk
saudaramu, atau untuk serigala.” Ia bertanya (lagi), ”Bagaimana tentang
barang temua berupa unta?” Maka raut wajah Nabi saw berubah, lalu Rasulullah
bersabda, “Mengapa kamu menanyakan unta? Ada bersamanya terompahnya dan
memiliki perut, ia mendatangi air dan memakan rerumputan.” (Muttafaqun
’alaih: Fathul Bari V: 80 no: 2427, Muslim III: 1347 no: 2 dan 1722, Tirmidzi
II: 415 no: 1387, Ibnu Majah II: 836 no: 2504, dan ’Aunul Ma’bud V: 123 no:
1688).
I.
Hukum
(Barang Temuan) Berupa Makanan Dan Barang
Yang Sepele
Barangsiapa
yang mendapatkan makanan di tengah jalan, maka boleh dimakan, dan barangsiapa
menemukan sesuatu yang sepele yang tidak berkaitan erat dengan jiwa orang lain,
maka boleh dipungut dan halal dimilikinya.
Dari Anas
ra ia berkata: Nabi saw pernah melewati sebiji tamar di (tengah) jalan, lalu
beliau bersabda, “Kalaulah sekiranya aku tidak khawatirkan sebiji tamar
itu termasuk tamar shadaqah, niscaya aku memakannya.” (Muttafaqun ’alaih:
Fathul Bari V: 86 no: 2431, Muslim II: 752 no: 1071 dan ’Aunal Ma’bud V: 70 no:
1636.
J.
(Barang
Temuan) Di Kawasan Tanah Haram
Adapun luqathah
(barang temuan) di daerah tanah haram, maka tidak boleh dipungutnya kecuali
dengan maksud hendak diumumkan kepada khalayak hingga diketahui siapa
pemiliknya. Dan, tidak boleh memilikinya meskipun sudah melewati setahun
lamanya mengumumkannya, tidak seperti luqathah di daerah lainnya;
berdasarkan hadits:
Dari Ibnu
Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan Mekkah, yaitu tidak halal bagi seorang pun sebelumku dan tidak
halal (pula) bagi seorang pun sepeninggalku; dan sesungguhnya dihalalkan
untukku hanya sesaat di siang hari. Tidak boleh dicabut rumputnya, tidak
boleh dipotong pohonnya, tidak boleh membuat lari binatang buruannya, dan tidak
boleh (pula) mengamankan barang temuannya kecuali untuk seorang yang akan
mengumumkan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 1751, Irwa-ul Ghalil
no: 1057 dan Fathul Bari IV: 46 no: 1833).
BAB
III
PENUTUP/SIMPULAN
Dari penjelasan tersebut, dapatlah
kita tahu tentang pengertian luqatha’ dan hal-hal di dalamnya.
Luqotoh ialah menemukan barang yang hilang karena jatuh,
terlupa dan sebagainya. Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah
tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya.
Mengambil barang yang hilang dalam hal ini merupakan amal
baik, yaitu menjaga harta milik seorang muslim dari kerusakan dan kepunahan. Apabila
dalam waktu satu tahun, pemiliknya tidak segera muncul mengambilnya, maka dia
boleh menggunakan barang itu atau memilikinya, namun harus menyiapkan uang
pengganti sesuai nilai nominal barang itu.
Demikianlah pemaparan saya seputar luqatha’. Mohon maaf jika
ada kesalahan pemaparan maupun penulisan.
Terimakasih……….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar