Bab
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Jual beli akad
berganda (al-murakkabah (akad rangkap /
multi akad). Menurut penggagasnya, akad rangkap adalah kesepakatan dua pihak
untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya
akad jual-beli dengan ijarah, akad jual beli dengan hibah dst, sedemikian
sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan
kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat
dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu
akad. (Nazih Hammad, Al-Uqud Al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islami, hal.
7; Abdullah al-Imrani, Al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah, hal.
46).
Banyak orang tak mengerti apa akad berganda
itu dan bagaimana hukumnya. Maka dari itu disini saya akan menjelaskan tentang “Jual Beli dan akad Berganda dalam Jual
Beli”.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli dan Bagaimana
dasarnya?
2. Bagaimana klasifikasi jual beli?
3. Apa saja syarat sah jual beli?
4. Apa saja sebab-sebab dilarangnya jual
beli?
5. Bagaimana pengertian jual beli akad
berganda?
6. Bagaimana aplikasi akad berganda
dalam kehidupan masyrakat?
7. Apa alasan ketidak sah-an akad
berganda?
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian jual beli dan
dasar hukumnya
2. Menggetahui klasifikasi jual beli
3. Mengetahui syarat sah jual beli
4. Mengetahui sebab-sebab dilarangnya
jual beli
5. Mengetahui pengertian jual beli akad berganda
6. Mengetahui aplikasi akad bberganda
dalam kehidupan masyarakat
7. Mengetahui alas an ketidak sah-an
akad berganda
Bab II
Pembahasan
A. PENGERTIAN
JUAL BELI DAN DASAR HUKUMNYA
Secara etimologis, jual beli berarti
menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki
arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan.
Dasar
hukum : Jual beli disyariatkan di dalam Alquran, sunnah, ijma,
dan dalil akal. Allah SWT berfirman: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (Alquran, 2:275).
B. KLASIFIKASI JUAL BELI
Jual
beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang. Adapun pengklasifikasian
jual beli adalah sebagai berikut:
1.
Berdasarkan Objeknya
Jual beli berdasarkan objek
dagangnya terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
o
Jual beli umum, yaitu menukar uang
dengan barang.
o
Jual beli as-Sharf (Money Changer),
yaitu penukaran uang dengan uang.
o
Jual beli muqayadhah (barter), yaitu
menukar barang dengan barang.
2.
Berdasarkan Standardisasi Harga
o
Jual Beli Bargainal (tawar menawar),
yaitu jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang
dijualnya.
o
Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di
mana penjual memberitahukan modal barang yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual
beli ini terbagi menjadi tiga jenis:
a)
Jual beli murabahah, yaitu jual beli
dengan modal dan keuntungan yang diketahui.
b)
Jual beli wadhi’ah, yaitu jual beli
dengan harga di bawah modal dan kerugian yang diketahui.
c)
Jual beli tauliyah, yaitu jual beli
dengan menjual barang sama dengan harga modal, tanpa keuntungan atau kerugian.
d)
Cara Pembayaran
3.
Ditinjau dari cara pembayaran, jual
beli dibedakan menjadi empat macam:
o
Jual beli dengan penyerahan barang
dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan).
o
Jual beli dengan pembayaran tertunda
(jual beli nasi’ah).
o
Jual beli dengan penyerahan barang
tertunda.
o
Jual beli dengan penyerahan barang
dan pembayaran sama-sama tertunda.
C. SYARAT SAH JUAL BELI
Agar
jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus
dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam
dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan
syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama,
yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk
melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta
berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh
anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
Kedua,
yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
·
Objek jual beli harus suci,
bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
·
Mengetahui objek yang
diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar faktor
‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut
dilarang.
·
Tidak memberikan batasan waktu.
Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui
atau tidak diketahui.
D. Sebab-sebab Dilarangnya Jual Beli
Larangan jual beli disebabkan karena
dua alasan, yaitu:
1.
Berkaitan dengan objek
·
Tidak terpenuhniya syarat
perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual anak binatang yang masih
dalam tulang sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada
induknya (madhamin).
·
Tidak terpenuhinya syarat nilai dan
fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan
sebagainya.
·
Tidak terpenuhinya syarat
kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
2.
Berkaitan dengan komitmen terhadap
akad jual beli
·
jual beli yang mengandung riba
·
Jual beli yang mengandung
kecurangan.
Ada juga larangan yang berkaitan
dengan hal-hal lain di luar kedua hal di atas seperti adanya penyulitan dan
sikap merugikan, seperti orang yang menjual barang yang masih dalam proses
transaksi temannya, menjual senjata saat terjadinya konflik sesama mulim,
monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena adanya pelanggaran syariat
seperti berjualan pada saat dikumandangkan adzan shalat Jum’at. Akan tetapi,
kemungkinan yang paling banyak tersebar dalam realitas kehidupan adalah sebagai
berikut:
v
Objek jual beli yang haram.
v
Riba.
v
Kecurangan, serta;
v
Syarat-syarat yang menggiring kepada
riba, kecurangan atau kedua-duanya.
E.
Jual Beli Akad Berganda (Multi Akad)
Multi dalam bahasa Indonesia berarti (1) banyak;
lebih dari satu; lebih dari dua; (2) berlipat ganda. Dengan demikian, multi
akad dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih
dari satu. Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan
terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd
al-murakkabah yang berarti akad ganda
(rangkap).
Al-’uqûd
al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-
murakkabah. Kata ‘aqd artinya perikatan antara kedua belah pihak atau lebih.
Sedangkan kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-jam’u, yakni
mengumpulkan atau menghimpun.
Kata murakkab sendiri berasal dari kata
"rakkaba-yurakkibu-tarkiban" yang mengandung arti meletakkan sesuatu
pada sesuatu yang lain sehingga menumpuk, ada yang di atas dan yang di bawah.
Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fikih adalah sebagai berikut:
Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fikih adalah sebagai berikut:
1.
Himpunan
beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama. Seseorang menjadikan beberapa
hal menjadi satu hal (satu nama) dikatakan sebagai melakukan penggabungan
(tarkîb).
2.
Sesuatu
yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai kebalikandari sesuatu yang
sederhana (tunggal/basîth) yang tidak memiliki bagian-bagian.
3.
Meletakkan
sesuatu di atas sesuatu lain atau menggabungkan sesuatu dengan yang lainnya.
Ketiga pengertian ini
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk menjelaskan makna persis
dari istilah murakkab. Pengertian pertama lebih tepat untuk digunakan karena
mengandung dua hal sekaligus, yaitu terhimpunnya beberapa hal dan bersatunya
beberapa hal itu yang kemudian menjadi satu pengertian tertentu.
Pengertian kedua
tidak menjelaskan akibat dari terhimpunnya beberapa hal itu. Meski pengertian
kedua menyatakan adanya gabungan dua atau beberapa hal, tetapi tidak
menjelaskan apa dan bagaimana setelah terjadi penggabungan tersebut. Pengertian
terakhir lebih dekat kepada pengertian etimologis, tidak menjelaskan pengertian
untuk suatu istilah tertentu.
Dengan demikian
pengertian pertama lebih dekat dan pas untuk menjelaskan maksud al-’uqûd
al-murakkabah dalam konteks fikih muamalah. Karena itu, akad murakkab menurut
Nazih Hammad adalah: "Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad
yang mengandung dua
akad atau lebih --seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara'ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.-- sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad."
akad atau lebih --seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara'ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah, mudharabah … dst.-- sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad."
Sedangkan menurut Al-‘Imrani
akad murakkab adalah: "Himpunan beberapa akad kebendaan yang dikandung
oleh sebuah akad --baik secara gabungan maupun secara timbal balik-- sehingga
seluruh hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum
dari satu akad."
Selain istilah akad murakkab, ada beberapa istilah lain
yang digunakan ahli fikih yang memiliki hubungan, kemiripan, dan kesamaan
dengan pengertian akad murakkab. Istilah-istilah itu antara lain al-’uqûd
al-mujtami’ah, al-’uqûd al- muta’addidah, al-’uqûd al-mutakarrirah, al-’uqûd
al-mutadâkhilah, al-’uqûd al- mukhtalithah. Berikut adalah penjelasan pengertian
dari beberapa istilah yang mirip dengan murakkab ini.
1. Al-ijtimâ’; kata ini mengandung
arti terhimpun atau terkumpul, lawan dari terpisah. Sesuatu yang terhimpun dari
beberapa bagian meski tidak menjadi satu bagian adalah arti dari kata ijtima’.
Dengan begitu al-’uqûd al-mujtami’ah berarti terhimpunnya dua akad atau lebih
dalam satu akad.
2. Al-Ta'addud. Kata ta'addud
berarti berbilang dan bertambah. Ta'addud dalam terminologi akad adalah adanya
tambahan jumlah syarat, akad, pelaku, harga, objek, atau sejenisnya.
3. Al-tikrâr. Al-tikrâr berarti
berulang. Kata ini digunakan untuk menunjukkan adanya proses terhimpun atau
terulangnya sesuatu. Sedangkan secara terminology Al-tikrâr diartikan sebagai
mengulangi sesuatu yang telah dilakukan. Dalam hal akad Al-tikrâr berarti
mengulangi akad yang telah dilakukan sebelumnya. Bedanya dengan murakkab dalam
akad, kalau Al-tikrâr meski berarti pula mengumpulkan tetapi maksud yang paling
tetap untuk istilah ini adalah mengulangi akad yang sudah dilakukan dalam
beberapa transaksi. Sedangkan dalam murakkab yang terjadi adalah terhimpunnya
dua akad atau lebih menjadi satu akad atau transaksi.
4. Al-tadâkhul. Al-tadâkhul secara
bahasa berarti masuk (al-wulûj), masuknya sesuatu pada sesuatu yang lain,
keserupaan beberapa hal dan dan saling meliputi. Al-tadâkhul juga berarti
masuknya suatu bagian pada bagian yang lain. Arti terakhir ini lebih spesifik
karena yang masuk adalah suatu bagian pada bagian yang lainnya, sedangkan
pengertian pertama lebih luas karena mencakup masuknya sesuatu pada sesuatu
yang lain. Sesuatu itu dapat berupa bagian atau suatu yang utuh.
5. Al-Ikhtilath. Kata ini memiliki
makna yang sama dengan al-jam’u. Al-Ikhtilath berarti terhimpun, terkumpul,
insert (tadâkhul), dan melebur. Seperti contoh seseorang mencampurkan sesuatu
pada yang lain, maka keduanya tercampur atau terkumpul. Tercampurnya dua hal
itu bisa berakibat melebur menjadi satu sehingga kedua hal itu tidak bisa
dibedakan seperti tercampurnya barang-barang cair, dan bisa juga dibedakan
seperti dikumpulkannya suatu hewan dengan hewan yang lain.
F.
Aplikasi Akad berganda
Aplikasinya dalam bank syariah misalnya
akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira` (Murabahah KPP [Kepada
Pemesan Pembelian]/Deferred Payment Sale). Akad ini tidak sama persis
dengan akad Murabahah yang asli, yaitu jual beli pada harga
modal (pokok) dengan tambahan keuntungan yang diketahui dan disepakati oleh
penjual dan pembeli. (Shalah Ash-Shawi & Abdullah Mushlih, Maa Laa
Yasa'u At-Tajiru Jahlahu, hal. 77; Abdur Rouf Hamzah, Al-Bai' fi Al-Fiqh
Al-Islami, hal. 15; Ayid Syarawi, Al-Masharif al-Islamiyah,
hal. 399 dst).
Adapun Murabahah KPP, lebih kompleks dan melibatkan tiga
pihak, yaitu pembeli, lembaga keuangan, dan penjual. Prosesnya : pembeli
(nasabah) memohon lembaga keuangan membeli barang, lalu lembaga keuangan
membeli barang dari penjual secara kontan, lalu lembaga keuangan menjual lagi
barang itu kepada pembeli dengan harga lebih tinggi, baik secara kontan,
angsuran, atau bertempo. (Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke
Praktek, hal.107; Ayid
Syarawi, Al-Masharif al-Islamiyah, hal. 412).
Jadi
dalam Murabahah KPP ini ada dua akad; akad jual beli antara lembaga keuangan
dan penjual; dan akad jual beli antara lembaga keuangan dengan pembeli.
Menurut penggagasnya, akad rangkap hukumnya
mubah berdasar kaidah fikih : al-ashlu fi al-muamalat al-ibahah (hukum
asal muamalah adalah boleh). Maka hadits-hadits yang mengharamkan dua jual beli
dalam satu jual beli (baiataini fi baiatin), atau mengharamkan dua akad
dalam satu akad (shafqatain fi shafqatin), dipahami hanya perkecualian
dari hukum asalnya. (Hasanudin, Multi Akad dalam Transaksi Syariah
Kontemporer, hal. 13).
G.
Alasan Ketidaksah-an Akad
Berganda
Pendapat yang terpilih (rajih) bagi
kami, akad rangkap hukumnya tidak sah secara syari. Alasan kami;
Pertama, kaidah fiqih yang digunakan tidak tepat.
Dengan mendalami asal-usulnya, nyatalah kaidah itu hanya cabang dari
kaidah al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah (hukum asal segala
sesuatu adalah boleh). Padahal nash-nash yang mendasari kaidah al-ashlu
fi al-asy-ya` al-ibahah (misal QS Al-Baqarah:29) berbicara tentang
hukum benda (materi), bukan tentang hukum muamalah (perbuatan manusia). (Hisyam
Badrani, Tahqiq Al-Fikr Al-Islami, hal. 39).
Kedua, ada nash yang melarang penggabungan
akad. Ibnu Masud RA berkata,Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu
kesepakatan (shafqatain fi shafqatin) (HR Ahmad, Al-Musnad,
I/398). Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad
dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad,
atau akad jual beli digabung dengan akad ijarah. (al-Syakhshiyah
al-Islamiyah, II/308).
Hadits ini bukan perkecualian, melainkan
larangan menggabungkan akad secara mutlak, tanpa melihat akad-akad yang
digabungkan bertentangan atau tidak. Kaidah ushul fikihnya : Al-Muthlaq
yajri ala ithlaqihi maa lam yarid dalil yadullu ala at-taqyid (dalil
mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasinya)
(Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, I/208). Wallahu
alam.
Bab III
Penutup/simpulan
Secara
etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara
terminologi, jual beli memiliki arti penukaran selain dengan fasilitas dan
kenikmatan.
Dasar hukum : Jual beli disyariatkan di dalam
Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman: “Dan Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Alquran, 2:275).
Agar jual
beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus
dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam
dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan
syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Multi dalam bahasa Indonesia
berarti (1) banyak; lebih dari satu; lebih dari dua; (2) berlipat ganda. Dengan
demikian, multi akad dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad
yang banyak, lebih dari satu. Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad
merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-’uqûd
al-murakkabah yang berarti akad ganda
(rangkap).
Al-’uqûd al-murakkabah terdiri
dari dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al- murakkabah. Kata ‘aqd
artinya perikatan antara kedua belah pihak atau lebih. Sedangkan kata
Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-jam’u, yakni mengumpulkan
atau menghimpun.
Kata murakkab sendiri berasal
dari kata "rakkaba-yurakkibu-tarkiban" yang mengandung arti
meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga menumpuk, ada yang di atas
dan yang di bawah.
Pendapat yang terpilih (rajih)
bagi kami, akad rangkap hukumnya tidak sah secara syari. Alasan kami. Dengan
alasan yang telah dijelaskan dalam bab pembahasan.
Demikian makalah ini saya
buat. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Mohon maaf jika ada kesalahan
keterangan maupun penulisan.
Terimakasih,,,,,,,
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar